SEJARAH DESA KUTOHARJO

SEJARAH DESA KUTOHARJO

Nama “KUTOHARJO” berasal dari kata “KUTO” dan “HARJO”. “KUTO” berasal dari Bahasa Jawa yang artinya adalah KOTA, sedangkan “HARJO” berasal dari kata RAHARJO (Bahasa Jawa)  Jadi “KUTOHARJO” mempunyai makna Kota yang tenteram dan raharja.

Konon cerita nama Desa Kutoharjo ini muncul setelah ada keinginan dari 4 Dukuh untuk bergabung menjadi satu desa. Ke empat Dukuh itu adalah : Dukuh Karangdowo, Gembleb, Ngipik dan Dukuh Randu. Yang mana keinginan atau harapan dari ke empat dukuh itu untuk mewujudkan sebuah Kota yang tenteram dan raharja.

Karena keinginan atau harapan untuk mewujudkan sebuah Kota yang tenteram dan raharja, maka dinamakan Desa “KUTOHARJO”.

Sedangkan untuk masing-masing Per Dukuhan ( Dukuh Karangdowo, Gembleb, Ngipik dan Dukuh Randu ) mempunyai sejarah dan asal-usul sendiri. Sejarah masing-masing Per Dukuhan sebagai berikut :

  1. SEJARAH / ASAL USUL DUKUH KARANGDOWO

Dukuh Karangdowo

Karangdowo merupakan salah satu perdukuhan yang ada di Desa Kutoharjo, yang letaknya di sebelah barat RSUD RAA Soewondo Pati.

Dukuh KARANGDOWO berasal dari Kata “KARANG” dan “DOWO”. Yang berasal dari kata “KARANG” (Bahasa Jawa) yang artinya Pekarangan, sedangkan “DOWO” (Bahasa Jawa) yang artinya Panjang.

Konon menurut cerita dari simbah dulu, pada saat runtuhnya kerajaan Mataram, Pangeran Hastonoto yang merupakan salah satu punggawa kerajaan Mataram, dengan diikuti dua orang prajuritnya yaitu Bathikan dan Banjaran melarikan diri sampai di sebuah wilayah. Pangeran Hastonoto beserta 2 orang Prajuritnya tersebut, sepakat untuk tinggal dan menetap di wilayah tersebut.

Karena wilayah tersebut sangat luas sedangkan jumlah penduduknya sedikit, sehingga jarak antara rumah yang satu dengan yang lainnya dibatasi oleh pekarangan yang luas / panjang. Singkat cerita, wilayah tersebut dinamakan dukuh Karangdowo.

Agar bisa hidup tenang dan tenteram, Pangeran Hastonoto merubah namanya menjadi nama “MBAH BUDHO”. Karena pada prinsipnya beliau adalah seorang muslim yang taat, sehingga beliau masih tetap bisa menyebarkan agama Islam di wilayah tersebut dengan aman. 

Akhirnya, Pangeran Hastonoto (lebih dikenal sebagai Mbah Budho) beserta 2 orang prajuritnya (Bathikan dan Banjaran) menetap di Dukuh Karangdowo sampai akhir hayatnya.

 

  1. SEJARAH / ASAL USUL DUKUH GEMBLEB

Istilah “GEMBLEB” berasal dari kata “GEMBLEK” (Bahasa Jawa) yang artinya bergerombol.

Konon cerita menurut nenek moyang dulu, ada sebuah dukuh atau wilayah yang penduduknya hidup bergerombol-gerombol atau berkelompok. Antara satu gerombol dengan gerombol yang lain dibatasi dengan semak-semak atau pepohonan. Dalam setiap gerombol atau kelompok ini masih satu garis keturunan atau ikatan keluarga. Jadi garis keturunan keluarga A dengan keluarga B dipisahkan oleh semak-semak atau pepohonan.

Karena rumahnya yang bergerombol-gerombol inilah, orang Jawa menyebutnya “GEMBLEK-GEMBLEK”. Yang akhirnya wilayah tersebut dinamakan Dukuh GEMBLEB.

 

  1. SEJARAH / ASAL USUL DUKUH NGIPIK

Nama “NGIPIK” berasal dari kata “APIK-APIK” (Bahasa Jawa), yang artinya baik-baik.

Konon cerita, pada suatu masa dulu, Adipati Pati kedatangan seorang tamu yang sangat cantik, yang bernama Roro Mendut. Roro Mendut adalah keponakan sang Adipati Pati.

Karena kecantikannya tersebut, sangat memikat hati kedua keponakan Sang Patih. Mereka adalah anak kembar yang Bernama Kudo Santeran dan Kudo Panoleh.

Melihat kedua keponakannya menaruh hati pada Roro Mendut, Sang Patih berusaha menasihati keponakannya itu.

Sang Patih : “ Kudo Santeran dan Kudo Panoleh, Paman bukan bermaksud untuk menghalang-halangi rasa cintamu kepada Roro Mendut, namun kamu harus tahu dan sadar diri, siapa aku dan siapa dia.”

Kudo Santeran dan Kudo Panoleh : “Maksud Paman ?”

Sang Patih : “Maksud Paman begini, kalian harus tahu diri, siapa Roro Mendut itu. Beliau adalah keponakan junjungan kita, sang Adipati Pati. Jelas-jelas kalian sangat berbeda. Untuk itu, lupakan Roro Mendut, carilah perempuan yang sepadan denganmu, yang satu kasta dan sederajat dengan kalian.”

Kudo Sateran dan Kudo Panoleh : “Tidak bisa Paman. Kami sudah terlanjur jatuh cinta sama Roro Mendut dan tidak ada seorang wanita pun yang bisa menggantikannya.”

Mendengar jawaban kedua keponakannya itu, sang Patih marah besar dan mencabut keris pusakanya ingin mebunuh kedua ponakannya tersebut.

Melihat kemarahan sang Patih yang ingin membunuhnya, Kudo Santeran dan Kudo Panoleh lari tunggang langgang ke arah utara. Sang Patih mengejar keduanya. Karena larinya yang sangat kencang saat melintasi Perempatan, Kudo Santeran dan Kudo Panoleh seakan terbang melayang atau “bleber” (istilah bahasa Jawa). Akhirnya perempatan tersebut dinamakan “Perempatan BLEBER”.

Mereka terus berlari ke arah Utara, karena marahnya, sang Patih mengangkat tombaknya dan dilemparkan ke arah kedua keponakannya. Tombak tersebut mengenai “sanggodi” istilah Bahasa Jawa) yang artinya ulu hati Kudo Santeran, yang akhirnya daerah atau wilayah tersebut dinamakan “SANGGODI” atau lebih dikenal dengan “NGGODI”.

Sanggodi

Melihat saudara kembarnya meninggal dunia, Kudo Panoleh semakin ketakutan dan terus berlari belok kanan menuju arah Timur. Begitu sampai pada belokan jalan (Totokan jalan / menthok), Sang Kudo Panoleh berhenti sambil tengok kanan tengok kiri. (“TOLAH-TOLEH” dalam Bahasa Jawa) karena bingung mau terus di depannya ada sungai ataukah belok kanan kearah selatan. Dalam kebingungannya yang menyebabkan Kudo Panoleh terdiam bingung dan “TOLAH-TOLEH” (Bahasa Jawa), maka jembatan di wilayah situ dinamakan “BUK TINOLEH”.

Pada saat Kudo Panoleh terdiam kebingungan, kesempatan itu digunakan oleh Sang Patih untuk menangkap Kudo Panoleh. Dalam kesempatan itu pula digunakan Sang Patih untuk membujuk (dalam Bahasa Jawa : mengajak “APIK-APIK”) Kudo Panoleh agar mau kembali ke Kadipaten Pati dan melupakan Roro Mendut. Namun Kudo Panoleh tetap bersikukuh tidak mau pulang ke Kadipaten Pati. Hal ini menyebabkan Sang Patih marah besar dan membunuh Kudo Panoleh. Karena tidak mau diajak “APIK-APIK” itulah makanya wilayah tersebut dinamakan “DUKUH NGIPIK”

  

  1. SEJARAH / ASAL USUL DUKUH RANDU

Nama “RANDU” berasal dari nama sebuah pohon penghasil kapuk.

Konon cerita pada zaman dahulu, hiduplah seorang janda yang kaya raya tinggal seorang diri di sebuah wilayah. Dia adalah Mbah Rani, yang konon adalah orang pertama yang tinggal di Dukuh Randu tersebut. Dalam kehidupannya sehari-hari, Mbah Rani gemar sekali menanam pohon Randu. Itu makanya Dukuh atau wilayah tersebut dinamakan sebagai Dukuh Randu.

Semoga Desa Kutoharjo ke depannya bisa menjadi sebuah kota yang aman, tenteram dan raharja sesuai dengan harapan para leluhur. (CCK)